Nutizen Gorontalo: Dari WhatsApp Group ke Studio Dakwah (Dan Dua Hantu di Dalamnya)

Tayangan perdana NUtizen Gorontalo (NUtizenTV) diisi oleh KH Asrul Lasapa, S.Ag

Berawal dari diskusi santai di grup WhatsApp Alumni PMII Gorontalo, tercetuslah ide untuk menginisiasi pengajian online. Wacana-wacana mulai dilempar. Ada yang ingin mendirikan studio pengajian, ada pula yang bersemangat membangun Kantor Alumni PMII agar seluruh aktivitas kealumnian bisa terpusat.

Padahal, rancangan anggaran biaya (RAB) dan desain 3D kantor alumni sudah rampung. Sudah sangat siap dieksekusi.

Sebagai orang yang cukup "paham watak" grup-grup alumni jenis ini, saya sempat memutuskan keluar. Alasannya sederhana: terlalu banyak friksi, terlalu sedikit produktivitas. Apalagi ini bukan grup satu-satunya—ada tiga grup Alumni PMII Gorontalo. Bukan main, bukan?

Namun, kali ini saya tergoda kembali masuk.

Awalnya saya kira, grup ini akan kembali ke siklus lama: diskusi normatif, debat internal, lalu diam. Tapi saya salah. Kali ini grup terasa berbeda—lebih hidup, lebih jelas arah. Isinya tak lagi sekadar “gibah”, tapi berisi semangat: “Mewarnai sosial media dengan dakwah Aswaja dan membangun Kantor Alumni!” Luar biasa.

Grup mulai aktif. Daftar nama alumni dan nominal bantuan disebar. Meski belum ada keputusan apakah yang akan dibangun lebih dulu—studio pengajian atau kantor alumni—namun semua berlomba mengisi form donasi. Saya pun ikut.

Nilainya lumayan. Beberapa alumni menyarankan rapat perdana untuk memutuskan secara resmi arah pembangunan. Maka malam itu, rapat virtual via Zoom digelar. Link dibagikan oleh inisiator sejak sore.

Rapat dimulai. Tidak semua hadir, tapi perwakilan dari kabupaten/kota cukup merata. Saya memperhatikan jalannya diskusi. Lagi-lagi belum ada keputusan final: sebagian ingin “Studio dulu”, yang lain bersikeras “Kantor saja”.

Diskusi berputar-putar. Akhirnya, seseorang menyarankan pendekatan moderat: dua-duanya diniatkan, namun pengajian online segera dimulai tanpa menunggu studio atau kantor berdiri. Disepakati. Maka tayangan perdana Nutizen Gorontalo—NUtizen TV—digelar. Pengisinya: Almukaram KH. Asrul Gafar Lasapa, S.Ag.

Tak lama berselang, studio pengajian benar-benar terbangun. Sederhana memang, tak ada hiasan berlebihan. Tapi cukup fungsional. Hanya saja, ketika pembangunan sedang berjalan, ada suasana aneh yang muncul. Katanya... ada yang ‘lain’ di sana.

Para pekerja mulai merasakan sesuatu yang ganjil. Tapi tetap saja, pembangunan lanjut.

Waktu berlalu. Aktivitas pengajian berjalan. Tapi para kru Nutizen mulai lesu. Mereka datang dengan wajah gelisah. Hingga suatu hari, mereka berkata:

"Kak, studio itu bikin kami nggak nyaman."

Saya tanya, "Kenapa?"

"Ada dua hantu di sana. Satunya tukang marah-marah. Satunya lagi tukang klaim."

Saya diam. Lalu tertawa.

Akhirnya, saya pun kembali keluar dari grup alumni. Alasan saya? Masih sama seperti sebelumnya: terlalu banyak friksi dan mulai tak produktif lagi.

Soal dua hantu itu?

Ah, itu cuma bumbu fiksi yang saya sematkan dalam cerita ini, Sahabat


Posting Komentar

0 Komentar