![]() |
Logo Harlah PMII ke 62 Tahun/Foto Istimewah |
Refleksi 62 Tahun PMII: Antara Doa Leluhur dan Tantangan Zaman
Tepat pada 17 April 2022, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) genap berusia 62 tahun. Usia yang tidak lagi muda, namun cukup matang untuk membaca ulang setiap babak sejarahnya—lengkap dengan luka, gagasan, dan pengabdian pada agama, bangsa, dan negeri.
Di usia senja ini, PMII telah banyak meninggalkan warisan: dari pemikiran keislaman progresif, keterlibatan sosial-politik, hingga lahirnya kader-kader yang kini tersebar di berbagai medan pengabdian. Namun, sebagaimana usia, kedewasaan organisasi tidak serta-merta menjadikannya kebal dari kekeliruan. Justru di titik ini, ia harus terus dikoreksi—agar tak terlena oleh nostalgia atau terbuai oleh seremoni.
Dalam momentum sakral ini, ada kebanggaan tersendiri menyaksikan anggota dan kader biru-kuning yang tidak hanya sibuk dalam ritual seremonial. Karena seremoni, tanpa koreksi mendalam, hanya menegaskan cinta sesaat. Perayaan semacam itu adalah gema hampa jika tidak dibarengi dengan evaluasi terhadap arah gerak dan capaian.
Kibaran bendera, birunya almamater, dan deretan twibbon digital memang penting sebagai ekspresi simbolik. Tapi jangan lupa: mengenang leluhur, menghaturkan doa, dan menceritakan kembali kisah-kisah kebajikan mereka adalah bentuk perayaan yang lebih esensial. Sebab, tanpa nilai dan keteladanan para pendahulu, kita hanya akan menjadi kader yang gersang—mudah putus asa, lelah sebelum melangkah, dan kehilangan arah dalam gelombang zaman.
Hari ini, PMII tak boleh bergerak serampangan. Ia harus mampu membaca setiap dinamika, baik internal maupun eksternal, dengan kepekaan yang jernih. Tawaran-tawaran yang datang—baik dari dalam atau luar—harus ditimbang secara utuh, melalui proses dzikir (perenungan mendalam), fikir (analisis kritis), lalu amal (gerakan konkret). Tanpa itu, kita hanya akan menjadi pelaku yang reaktif, bukan transformatif.
Ketika berhadapan dengan para “pedagang perubahan”, yang perlu diuji bukan hanya wacana yang mereka bawa, tapi visi yang mereka tuju. Perubahan tanpa keadilan adalah tipuan. Dan perdamaian yang tidak menjamin kesetaraan adalah ilusi. Maka dari itu, PMII harus punya keberanian untuk bersikap tegas: mana yang patut diiringi, mana yang pantas ditinggalkan.
Sebab sejatinya, komitmen anggota dan kader tidak diukur hanya saat masih aktif di PMII. Tapi setelah menjadi alumni: apakah ia tetap membawa semangat perubahan, berani melawan intervensi picik, dan konsisten menjaga nilai yang dulu pernah ia ikrarkan. Termasuk—dan ini penting—berani menolak godaan “tawaran senior” yang hanya melanggengkan status quo.
Jadi, selamat ulang tahun, PMII. Semoga semakin dzikir, semakin fikir, dan semakin sholeh
Selamat Memperingati Harlah PMII, Dzikir-Fikir dan Amal Sholeh.
0 Komentar