![]() |
Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) |
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal dengan banyak kebijakan kontroversial yang justru menjadi tonggak penting demokratisasi Indonesia. Salah satunya adalah keputusan membubarkan Departemen Penerangan (Deppen)—sebuah kementerian warisan Orde Baru yang kala itu dianggap sebagai alat penguasa dalam membentuk opini publik.
Menurut Gus Dur, Deppen justru menjadi ancaman terhadap kebebasan berpendapat. Ia menilai, sejak era Presiden Soeharto, Deppen berperan besar dalam memproduksi narasi yang menjaga stabilitas kekuasaan Orde Baru. Televisi dan radio menjadi instrumen utama dalam mengarahkan opini publik, dan Deppen menjadi dirigen dari orkestra besar manipulasi informasi itu.
Tak heran jika sejumlah pengamat menyebut Deppen telah berubah menjadi mesin besar pengontrol informasi rakyat. Ia bukan lagi lembaga informasi publik, melainkan panggung milik pejabat. Kebijakan penerangan kala itu menjadi milik pejabat, dari pejabat, untuk pejabat. Mereka tampil sebagai politisi, pakar, seniman, bahkan penghibur—semuanya demi membingkai citra kekuasaan.
Dalam sebuah wawancara televisi, Gus Dur bahkan menyebut bahwa Deppen dan Depsos (Departemen Sosial) adalah lumbung korupsi. Maka, kata Gus Dur, "Kalau mau habiskan tikus, lumbungnya sekalian harus dibakar."
Namun, di balik semua alasan logis dan politis tersebut, Gus Dur juga punya jawaban khas—ringan dan menggelitik, namun sangat mengena.
Dalam kunjungannya ke Gorontalo tahun 2000, Gus Dur bertemu sahabat lamanya, Haji Umar Mantali, tokoh NU setempat. Di rumah dinas Wali Kota Gorontalo, dua sahabat ini terlibat perbincangan ringan tentang situasi nasional. Salah satu yang dibahas adalah keputusan kontroversial Gus Dur membubarkan Deppen.
“Gus, apa alasan sehingga Departemen Penerangan dibubarkan?” tanya Umar penasaran.
Gus Dur menjawab dengan senyum:
“Alasannya sederhana kok.”
“Sederhana gimana Gus?” tanya Umar lagi.
Dengan tawa khasnya, Gus Dur menjawab:
“Mar, negeri ini sudah punya radio dan televisi. Jadi tak perlu lagi yang namanya Departemen Penerangan. Semuanya sudah terang benderang!”
Umar pun ikut tertawa. Sebab di situlah letak kejeniusan Gus Dur: humor yang menyentil dan mencerahkan.
Djemi Radji
0 Komentar