Porogege, bukan!?

 

Galian Pipa Air/InfoPublik

Para pekerja terlihat sibuk menggali pinggiran jalan puluhan meter, dan kami—warga perumahan di dekat pangkalan GUSDURian Gorontalo—sudah sempat bahagia. Kami kira, inilah solusi untuk genangan air hujan dan limbah rumah tangga yang selama ini jadi masalah abadi. Kawasan ini memang tak punya saluran air di kiri-kanan jalan. Maka, dengan logika wajar dan hati yang riang, kami simpulkan: ini pasti proyek saluran limbah.

Bayangan kami sederhana. Jalan Jambura, dari mulut hingga ke Belle Orasawa Residence, akan berubah. Tak ada lagi genangan, tak ada lagi air cucian kopi yang harus kami tampung sendiri. Barangkali, ini buah dari musrembang kelurahan. Kami pun bersyukur.

"Alhamdulillah, penghuni pangkalan tak lagi repot menampung air cucian gelas kopi," batinku saat melintasi jalan Jambura itu.

Tapi Lalu...

Tak lama kemudian, tanah galian yang sempat menggunung di sisi jalan sudah hilang. Lubang-lubang itu telah ditimbun kembali. Tapi... tunggu dulu, di mana gotnya?

"Wih, bo bukan got yang dorang bekeng ini. Porogege, looo!"

Saya dan para penghuni pangkalan harus kembali menampung air limbah cucian gelas kopi tamu-tamu yang datang dan pergi. Harapan kami patah seketika.

Saya merasa lucu sendiri. Berani-beraninya saya menyimpulkan bahwa para pekerja itu sedang menggali saluran limbah. Padahal, bisa saja itu untuk pipa air bersih, atau kabel.

Dan kenapa saya tak bertanya langsung? Mengapa saya lebih percaya pada asumsi sendiri?

Inilah jebakan persepsi. Meyakini apa yang terlihat, tanpa konfirmasi. Asumsi yang menggebu, lalu kecewa karena tak sesuai kenyataan.

Kata Kowil Suaib Prawono, kuncinya mindfulness. Tapi ya itu… menghindari “voice of fear” memang tidak semudah teori.

Posting Komentar

0 Komentar